Akbar Pelayati, Penulis merupakan seorang mahasiswa Aqidah Filsafat Islam Uin Alauddin Makassar |
CURHATANMAHASIKSA- Merokok, sebuah kebiasaan yang merajalela di tengah masyarakat Indonesia. Dari kalangan orang tua hingga anak-anak di bawah umur, merokok tampaknya telah meresap ke berbagai lapisan masyarakat. Sebagai mahasiswa, saya mendapati bahwa sebagian besar teman sejawat terlibat dalam kebiasaan merokok, dan saya, sekecil biji zarrah, menjadi salah satu yang memilih jalur non-perokok. Namun, dalam keputusan ini, saya menemukan beberapa dampak yang tidak terduga.
Sebagai mahasiswa yang menjauh dari kampung halaman, menemukan lingkungan sosial menjadi tantangan tersendiri. Kesulitan berkomunikasi dan merasa kurang sefrekuensi dengan teman-teman yang gemar merokok seringkali muncul. Meski begitu, saya bersyukur masih memiliki sekelompok teman yang mendukung pilihan hidup saya.
Tetapi, ketidaknyamanan muncul saat berkumpul dengan teman-teman yang merokok. Asap rokok yang menguar dan menciptakan suasana yang kurang nyaman terkadang membuat kami, yang tidak merokok, merasa seperti patung yang terabaikan. Bagi seorang mahasiswa rantau seperti saya, tinggal di kos-kosan juga memberikan tantangan tambahan.
Tiap hari, bahkan tiap jam, harus saya habiskan untuk membersihkan kost dari abu rokok dan puntung yang berserakan di sekitar tempat tinggal. Rasanya kesal, dan meski terkadang terlintas untuk mengungkapkan ketidakpuasan, saya memilih untuk menahan diri agar tetap menjaga hubungan yang baik dengan teman-teman perokok.
Dalam keramaian pertemuan mahasiswa, terutama di kos, asap rokok dan jejak puntung rokok menjadi bagian tak terpisahkan. Meskipun terkadang merasa frustrasi, saya berusaha mempertahankan sikap positif dan berharap agar teman-teman yang merokok dapat lebih memahami dan menghormati keputusan orang yang tidak merokok. Semoga suatu hari nanti, toleransi dan penghargaan antarindividu dalam memilih gaya hidup dapat lebih dihargai.